IJTIMALANG.COM – Kabar batalnya Indonesia menjadi tuan rumah piala dunia U-20, usai diumumkan oleh FIFA dalam laman resminya. Tentunya mengundang beragam komentar dari masyarakat. Ditambah, FIFA yang menyinggung peristiwa Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 135 orang saat memutuskan mencoret Indonesia sebagai tuan rumah, membuat harapan tumbuh lagi bagi mereka yang masih mencari keadilan.
Sikap FIFA yang tegas membatalkan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U 20, karena tata kelola penanganan transformasi PSSI serta penanganan hukum bagi keadilan ratusan nyawa korban tragedi kanjuruhan yang jauh dari rasa keadilan. Kini, diharapkan imam hidayat, Ketua Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan mampu menjadi titik balik agar Federasi sepakbola negeri ini kembali fokus atas penanganan hukum Tragedi Kanjuruhan yang sejauh ini, dinilai jauh dari rasa adil.
“FIFA tentu sudah bisa membaca dan mengasumsikan jika narasi yg timbul akibat permasalahan tim israel dijadikan bumper pembatalan kurang elok, dengan bergeser sedikit serta tidak kalah seksi adalah issue yang sama “kemanusiaan”, ya kemanusiaan dalam penanganan tragedi kanjuruhan dengan balutan “bumbu pemanis” akan selalu membantu pemerintah RI dalam rangka transformasi sepak bola Indonesia baca PSSI pasca tragedi yang terjadi di kanjuruhan,” Ujarnya.
Vonis ringan dan bebas dalam persidangan PN Surabaya yang telah terjadi, dianggap oleh pengacara Devi Athok ini sebagai salah satu sebab FIFA akhirnya mencabut mandat Indonesia sebagai tuan rumah perhelatan piala dunia U 20.
“Jaminan keamanan dan penanganan pasca atau saat perhelatan piala dunia U-20 bagi semua tim dan suporter dari peserta sedunia adalah hal yg sangat krusial dan vital menjadi dasar pemikiran FIFA utk menjadi pertimbangan bisa terselenggaranya piala Dunia U-20,” Ujarnya.
“sembari menoleh dan memperhatikan vonis bebas dua aparat polisi disamping penghukuman yang ringan bagi terdakwa yang lain LP A, tentu tidak bisa dimunafikkan begitu saja oleh otoritas badan tertinggi sepak bola dunia FIFA.” Tambahnya.
Kini semua pihak menurutnya, harus mengambil pembelajaran dan mengambil hikmah. Sebagai negara hukum, sudah selayaknya rule of law menjadi tujuan berbangsa.
“dengan menjadikan Laporan Model B sebagai pembuktian law inforcement dengan penanganan sesuai fakta yuridis dan emperis tragedi kanjuruhan terhadap semua pihak yang bertanggung jawab secara pidana tanpa ada tebang pilih, kepentingan apalagi manipulatif, kiranya dapat mengangkat kembali harkat dan martabat kita sebagai bangsa besar yang memegang teguh keadilan dan perikemanusiaan sesuai dengan konstitusi, bukan malah sebaliknya menghentikan LP B dengan alasan tidak terpenuhinya dugaan pasal 338.” Tutupnya.