IJTIMALANG.COM – Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Kota Batu selama enam bulan terakhir menerima 10 pengaduan Kekerasan Berbasis Gender Online (KGBO). Paralegal LBH APIK Kota Batu Bagus Rochadi menjelaskan korban sebagian besar perempuan.
“Korban seorang siswa SMP dan sembilan mahasiswa,” katanya dalam Diskusi Jangan Telanjang di Depan Kamera: Sebuah Refleksi Kasus di Malang Raya yang diselenggarakan Universitas Widya Gama (UWG) Malang pada Rabu, (30/10/2024).
Bagus membeberkan berbagai modus KGBO yang terjadi di Malang. Salah satu modusnya pelaku menyebarkan foto atau video dan memeras korban. Pelaku bahkan menyebarkan Nomor Induk Mahasiswa (NIM), asal kampus ke akun media sosial teman-temannya. Bagus menyebutkan sejumlah media sosial tidak menyaring konten sehingga beragam foto dan video kategori pornografi bebas disebarluaskan.
“Tak hanya perempuan, laki-laki pun bisa menjadi korban,” katanya.
Selain itu, ada seorang mahasiswa yang batal menikah lantaran bekas pacarnya menyebarkan foto vulgar sehari sebelum hari pernikahan. Akhirnya, calon suaminya membatalkan pernikahan.
Pelaku, kata Bagus, balas dendam. Untuk itu, Bagus mengajak para remaja agar tidak berpacaran secara berlebihan.
“Kenali batasan norma, mana yang boleh dan tidak,” ujarnya.
Mengapa terjadi KGBO, menurut Bagus, lantaran rendah literasi digital dan pendidikan seksual sejak dini. Atas laporan KGBO itu, LBH APIK Kota Batu mendampingi korban hingga bantuan psikolog. Lantaran, banyak korban yang mengalami depresi dan stres. Jejak digital, katanya, sulit dihapus.
“Ada yang berencana bunuh diri. Rasa malu seumur hidup,” katanya.
LBH APIK Kota Batu juga melaporkan perkara tersebut ke Kepolisian Daerah Jawa Timur. Lantaran tidak ada bidang cyber crime di tingkatan Kepolisian Resor. Sayangnya, semua laporan terhenti di tengah jalan. Korban tak bisa meneruskan laporan karena berbagai alasan. Sedangkan Kepolisian dianggap tidak responsif dalam menangani KGBO tersebut.
Ketua Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (PPKSP) UWG Mufidatul Ma’sumah menjelaskan jika 20 tahun lalu muncul gerakan jagang bugil di depan kamera. Saat itu, katanya, banyak korban berjatuhan. Sehingga muncul kesadaran kolektif untuk melakukan gerakan tersebut. Tujuannya untuk meningkatkan kesadaran publik agar waspada dengan KBGO. Ia mengingatkan mahasiswa yang menjalin pacaran agar tidak berlebihan.
“Perempuan paling dirugikan. Cowok yang baik adalah yang menjagamu sampai dihalalkan. Jangan terbuai rayuan garangan,” katanya.
Perkara KBGO, kata Mufidah yang juga mengajar Fakultas Hukum ini bisa dijerat dengan KUHP, UU ITE dan UU Pornografi. Jika jadi korban, katanya, ia mempersilakan korban menyampaikan pengaduan kepada Satgas PPKSP. Satfas akan memverifikasi, mengidentifikasi dan memprosesnya.
“PPKSP akan mengeluarkan rekomendasi kepada Rektor UWG untuk dijatuhi sanksi,” katanya.