IJTIMALANG.COM – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), terus melakukan verifikasi dan pendampingan hukum bagi keluarga korban tragedi kanjuruhan. Hingga Rabu (1/2/2023) malam ini, LPSK sudah menerima 40 lebih pengajuan terkait Restitusi (ganti kerugian-red) serta perlindungan kepada seluruh keluarga korban Tragedi Kanjuruhan.
LPSK juga terus mendatangi sejumlah rumah korban tragedi Kanjuruhan. Mereka mendata berkas dan menimbang nilai restitusi dari korban dan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan.
Tenaga Ahli LPSK, Muhammad Tommy Permana, saat menemui sejumlah keluarga korban Tragedi Kanjuruhan di Desa Bendo, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang, Rabu (1/2/2023) menegaskan, pihaknya memperoleh kuasa dari korban dan keluarga korban serta melakukan verifikasi dokumen untuk kebutuhan penilaian.
Dari verifikasi nantinya, sambung Tommy,
berapa kerugian secara materil dan inmateril, akan disusun secara langsung antara LPSK dengan korban dan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan.
“Restitusi sendiri adalah ganti rugi yang diberikan kepada atau keluarga korban oleh pelaku tindak pidana. Nantinya, hasil verifikasi tersebut akan dijadikan bukti oleh LPSK kepada aparat penegak hukum untuk bisa diproses lebih lanjut,” tegas Tommy.
Tommy menilai, untuk restitusi ini juga bakal dimasukkan dalam proses hukum laporan model A yang tengah berjalan, serta ke laporan model B yang kini masih dalam proses penyelidikan di Polres Malang.
Terpisah, salah satu keluarga korban Tragedi Kanjuruhan, Achirul Solicha, warga Desa Bendo, Pakisaji, menjelaskan, pihaknya memilih untuk mengajukan restitusi dan perlindungan kepada LPSK. Dikarenakan semakin berlarut larutnya penanganan kasus yang menewaskan ratusan nyawa.
“Keluarga korban ini kan ingin keterangan yang jelas, kenapa persoalan ini berlarut-larut ya. Kami ini ingin kejelasan. Kenapa sidang tragedi Kanjuruhan juga tertutup. Yang meninggal banyak, 135 orang. Kenapa tidak ada titik terangnya,” kata Solicha.
Solicha menambahkan, dirinya meminta bantuan LPSK karena menganggap proses penyelesaian kasus tragedi Kanjuruhan ini sangat berlarut-larut. “Kalau soal intimidasi secara langsung pada saya, tidak ada. Tapi ada satu orang dari keluarga kami yang memperoleh intimidasi, iya,” ujarnya.
Solicha juga menyayangkan pecahnya dua kubu Aremania hingga terjadi bentrokan di kantor Arema FC. “Ini seperti pecahnya dua kubu ya, ini harus bagaimana, siapa yang jadi kepala mewakili harapan keluarga korban tragedi Kanjuruhan mencari keadilan. Lalu siapa yang mewakili keluarga korban untuk bersuara nantinya. Kita jadi bingung,” pungkas Solicha.