Penulis : Sarinah Wulan, Sekcab DPC GMNI Malang
IJTIMALANG.COM – Gerakan demonstrasi yang dilakukan oleh aliansi Malang Bergerak, yang terdiri dari berbagai organisasi mahasiswa seperti HMI, PMII, GMKI, PMKRI, GMNI, KAMI, IMM, serta organisasi masyarakat lainnya, merupakan bukti nyata peran penting masyarakat sipil dalam menjaga integritas demokrasi di Indonesia. Ketika Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan yang terkait dengan penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), reaksi dari kelompok-kelompok ini menunjukkan kesadaran mereka akan pentingnya pengawalan atas proses demokrasi. Demonstrasi ini menjadi sinyal kuat bahwa masyarakat tidak akan diam ketika ada upaya yang dirasakan mengancam asas demokrasi.
Revisi Undang-Undang Pilkada yang dilakukan oleh DPR RI telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat, terutama karena dianggap berpotensi melemahkan demokrasi lokal dan menguntungkan pihak-pihak tertentu. Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa “Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.” Revisi ini dikhawatirkan akan menyimpang dari semangat ini dan membuka ruang bagi praktik-praktik yang tidak sejalan dengan prinsip pemilu yang demokratis. Oleh karena itu, mahasiswa dan organisasi masyarakat yang tergabung dalam aliansi Malang Bergerak merasa berkewajiban untuk menyuarakan penolakan terhadap revisi tersebut.
Mahasiswa, yang kerap disebut sebagai agen perubahan, memainkan peran penting dalam memastikan bahwa proses demokrasi berjalan sesuai dengan kehendak rakyat. Sebagai contoh, Pasal 28C ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa “Setiap orang berhak untuk memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.” Aksi demonstrasi ini merupakan salah satu bentuk konkret dari perjuangan tersebut, di mana mahasiswa dari berbagai organisasi mengekspresikan penolakan terhadap kebijakan yang mereka anggap tidak berpihak pada rakyat dan mengancam prinsip-prinsip demokrasi.
Keputusan MK harus dihormati dan dijaga, karena MK berperan sebagai pengawal konstitusi yang bertugas memastikan bahwa setiap peraturan dan kebijakan yang dibuat sesuai dengan UUD 1945. Penolakan terhadap revisi UU Pilkada oleh DPR RI, yang dirasa tidak mencerminkan aspirasi rakyat, menjadi alasan kuat bagi aliansi Malang Bergerak untuk terus berjuang. Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final dalam hal pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar.” Artinya, setiap keputusan MK harus dihormati dan dijalankan dengan baik.
Aksi demonstrasi ini juga menggambarkan kekecewaan masyarakat terhadap proses legislasi yang dianggap tidak transparan dan cenderung mengabaikan masukan publik. Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 menegaskan bahwa “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.” Dalam konteks ini, gerakan mahasiswa dan masyarakat sipil memiliki peran strategis dalam mengingatkan pemerintah dan DPR bahwa setiap kebijakan yang diambil harus sejalan dengan kehendak rakyat dan konstitusi.
Pada akhirnya, aksi demonstrasi oleh aliansi Malang Bergerak merupakan bentuk nyata dari partisipasi aktif masyarakat dalam menjaga demokrasi. Dengan menolak revisi UU Pilkada dan mengawal Putusan MK, mahasiswa dan organisasi masyarakat ini menunjukkan bahwa mereka tidak hanya menjadi penonton dalam proses demokrasi, tetapi juga aktor yang berperan aktif dalam menjaga dan mempertahankan kedaulatan rakyat.
Semangat dan konsistensi mereka dalam memperjuangkan demokrasi yang sehat dan inklusif harus terus didukung dan dijaga agar Indonesia tetap berada di jalur yang benar menuju demokrasi yang lebih baik