Home Berita Kebijakan Pupuk Bersubsidi Berubah, Belum Berpihak ke Petani

Kebijakan Pupuk Bersubsidi Berubah, Belum Berpihak ke Petani

0

IJTIMALANG.COM – Perubahan kebijakan pada pupuk bersubsidi di Indonesia sepertinya masih belum berpihak pada petani, termasuk di Kabupaten Malang. Sebab, ada sejumlah perubahan pada kebijakan baru yang tertuang di dalam Permentan 10 tahun 2022 yang terbit pada bulan Juli 2022 lalu.

Perubahan tersebut pada jenis pupuk yang masih disuntik subsidi, jenis komoditas yang boleh mendapat pupuk bersubsidi dan luas lahan petani yang diperbolehkan menerima pupuk bersubsidi. Sedangkan sebelumnya, dari alokasi yang diajukan, alokasi pupuk bersubsidi yang bisa diberikan pemerintah pun juga terbatas.

Di Kabupaten Malang, berdasarkan e-RDKK tahun 2022, total pupuk bersubsidi yang diajukan mencapai kurang lebih mencapai 441.254 ton. Dengan rincian Urea 63.907 ton, ZA 18.891 ton, SP36 11.432 ton, NPK 165.967, Organik 77.045 dan Organik cair 104.012 ton.

Dari jumlah tersebut, Pemerintah pusat hanya dapat memberikan sekitar 35 hingga 40 persen dari jumlah yang diajukan. Atau hanya sebesar 154.720 ton. Dengan rincian Urea 46.493 ton, ZA 18.884 ton, SP36 9.491 ton, NPK 56.552 ton, Organik 22.606 ton dan Organik cair 4.694 ton.

Namun sejak terbitnya Permentan 10 tahun 2022 pada Juli 2022 lalu, jumlah tersebut harus berubah. Dimana dari total sebanyak 6 jenis pupuk yang bersubsidi, kini hanya tinggal 2 jenis pupuk yang masih disuntik subsidi dari pemerintah. Yakni hanya pupuk Urea dan NPK.

“Jadi sejak terbitnya Permentan 10 tahun 2022 itu, semuanya melakukan perubahan. Yang nantinya akan diteruskan hingga ke Pemerintah Pusat,” ujar Penyuluh Pertanian Ahli Muda Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (DTPHP) Kabupaten Malang, Suwadji, Jumat (16/9/2022) siang.

Perubahan tersebut dilakukan secara menyeluruh. Sebab, selain jenis pupuk, kebijakan tersebut juga mengatur tentang komoditas pertanian yang masih diperbolehkan menggunakan pupuk bersubsidi.

Sebelumnya, ada sebanyak 60 hingga 70 komoditas yang boleh menggunakan pupuk bersubsidi. Namun dengan kebijakan tersebut, hanya tinggal 9 komoditas yang boleh menggunakan pupuk subsidi.

Yang meliputi padi, jagung dan kedelai untuk tanaman pangan. Cabai, bawang merah dan bawang putih untuk hortikultura. Serta tebu, kopi dan kakao untuk tanaman perkebunan.

“Sebelumnya malah hanya ada satu (komoditas) yang diusulkan untuk mendapat (pupuk) subsidi, yaitu padi. Namun dengan berbagai pertimbangan, terutama dampaknya terhadap inflasi, Kementan akhirnya mengajukan 9 komoditas itu yang dinilai produktifitasnya sangat berpengaruh terhadap inflasi,” terang Suwadji.

Selain itu, perubahan juga bakal terjadi pada jumlah petani yang bakal menerima pupuk bersubsidi. Saat ini, tercatat ada sebanyak 226.956 petani di Kabupaten Malang yang berhak menerima pupuk bersubsidi.

“Itu yang sesuai dengan NIK (Nomor Induk Kependudukan),” imbuh Suwadji.

Namun saat ini, jumlah tersebut kemungkinan bakal berubah. Sebab, diatur dalam Permentan itu, petani yang bisa menerima pupuk bersubsidi, hanya yang memiliki lahan dengan luas tak lebih dari 2 hektare.

“Sedangkan petani yang total lahannya di atas 2 hektare (ha), maka petani tersebut dianggap mampu,” jelas Suwadji.

Selain itu, warga yang di KTP nya tercatat berprofesi sebagai pegawai negeri sipil (PNS), TNI-Polri, perangkat desa juga tidak akan bisa mendapat pupuk bersubsidi. Dengan kata lain, yang berhak mendapat pupuk bersubsidi adalah masyarakat yang tercatat sebagai petani sebagai pekerjaan utamannya.

“Namanya kan tercatat di kelompok tani. Begitu juga untuk petani yang menggarap lahan milik Perhutani. Dia harus tercatat pada kelompok tani yang ber-SK Bupati,” jelas Suwadji.

Atas kebijakan tersebut, dirinya mengaku bahwa Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang belum bisa berbuat banyak, selain mensosialisasikan kebijakan baru itu kepada petani. Sembari terus melakukan pemutakhiran data petani yang nantinya benar-benar berhak menerima pupuk bersubsidi.

“Kalau sosialisasi sudah. Karena memang ini kebijakannya Pemerintah. Sejak Permentan itu terbit, pada bulan Juli kami langsung melakukan perubahan di seluruh wilayah. Untuk alokasi pastinya berapa yang akan dibreakdown ke Kabupaten Malang, kami masih belum tahu,” pungkas Suwadji.

Dirinya mengaku bahwa dengan hal tersebut, konsekwensi yang diperkirakan bakal muncul adalah berkurangnya keuntungan yang didapat petani. Termasuk kemungkinan turunnya produktifitas hasil pertanian di Kabupaten Malang. Namun, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistika, Suwadji menyebut bahwa produksi pertanian di Kabupaten Malang hingga saat ini masih surplus.

Previous articlePenyaluran BLT BBM dan Dana Progam Sembako 2022, Polsek Kalipare Berikan Pengamanan
Next articlePresiden Joko Widodo Terima Pimpinan Pusat Muhammadiyah